Bagi para pegiat ilmu hadis, fan rijal
hadis merupakan fan yang mau tidak mau harus dikuasai atau setidaknya dipahami
secara global untuk memvalidasi suatu hadis sahih atau tidak. Jika dalam
mempelajari ilmu hadis, setidaknya mesti mengenal beberapa nama besar huffazh seperti Ibnu Hajar Al-’Asqalani,
As-Sakhawi, dan As-Suyuthi, maka ada satu nama penting lagi yang mesti
diketahui yaitu ‘Utsman Ad-Diyami. Karena ia sendiri adalah orang sezaman yang
ada di lingkarannya Ibnu Hajar Al-’Asqalani, As-Sakhawi, dan As-Suyuthi. Bahkan
Al-’Asqalani pun mengakui kepakarannya dalam bidang hadis.
Nama, Kelahiran, dan Nisbah
Bernama Fakhruddin, Abu ‘Amr, ‘Utsman bin
Muhammad bin ‘Utsman bin Nashir Ad-Diyami Ath-Thabanawi Al-Qahiri Asy-Syafi'i
Al-Azhari. Ad-Diyami — sebagaimana dhabth
(cara pelafalan) dari As-Sakhawi — adalah nisbah kepada Desa Diyamah (sekarang
Kafr Diyama), Markaz Karf Az-Zayyat, Provinsi Al-Gharbiyyah.
Menurut ‘Abdulhay Al-Kattani dalam Fihris Al-Faharis, pelafalannya adalah
Ad-Diyyami, dengan di-tasydid ya'-nya, Al-Kattani mengikuti pelafalan
dari naskah tulisan Ibnu Al-Ghazi, murid Ad-Diyami, dalam Fahrasah-nya. Al-Kattani juga menyebut bahwa nama ayah Ad-Diyami
itu Syamsuddin Muhammad, nama kakek Fakhruddin ‘Utsman, dan nama buyutnya
Nashiruddin.
Menurut As-Sakhawi dalam Ad-Dhau’ Al-Lami’, awalnya Ad-Diyami
dikenal dengan nisbah Al-Buhuti
karena ibunya berasal dari Desa Buhut. Di kemudian hari ia dikenal dengan
nisbah Ad-Diyami karena ayahnya
berasal dari Desa Diyamah, di samping mata pencariannya sebagai petani di
Buhut.
Ad-Diyami lahir di Desa Thabana, Sakha,
Markaz Kafr Asy-Syaikh, Provinsi Al-Gharbiyyah pada Muharam 821 H. Menurut
Al-Hafizh As-Sakhawi, keterangan ini sebagaimana tulisan pribadi Ad-Diyami dan
kesaksian As-Sakhawi yang pernah mendengarnya langsung dari Ad-Diyami. Waktu
itu, sang ibu yang sedang mengandungnya bermigrasi dari Buhut ke Thabana
sehingga lahirlah Ad-Diyami di sana. Oleh sebab itu disematkan nisbah At-Thabanawi dalam namanya. Lalu selang
beberapa waktu bersama ibunya ia bermigrasi lagi ke Diyamah, sehingga ia sering
bolak-balik tiga daerah: Buhut, Thabana, dan Diyamah karena ketiganya
berdekatan.
Adapun tahun lahir Ad-Diyami menurut
Najmuddin Al-Ghazzi dalam Al-Kawakib
As-Sa'irah yaitu 819 H, menurut penulis, itu tidak tepat. Karena tidak
disertai bukti apalagi juga menyelisihi sumber sezaman yaitu Al-Hafizh
As-Sakhawi dalam Ad-Dhau' Al-Lami'.
Nisbah Al-Qahiri merujuk kepada tempat
tinggal, tempat belajar, dan tempat wafat Ad-Diyami. Asy-Syafi'i merujuk kepada
mazhabnya yaitu Mazhab Imam asy-Syafi'i. Al-Azhari merujuk kepada Masjid
Al-Azhar yaitu tempat ia menempa keilmuannya sehingga keluar menjadi muhaddits besar.
Masa Kecil
Ad-Diyami kecil tumbuh di Diyamah, desa
asal ayahnya, Muhammad. Layaknya anak kecil Mesir pada umumnya ia menghafalkan
Al-Qur'an kepada beberapa guru di sana, yaitu: Syekh Abubakar bin Al-Bawwab
Al-Banubi, Syekh Jamaluddin Abdullah bin As-Samariqi Al-Buhuti, Syekh Ahmad bin
‘Abbas Ath-Thabanawi Adh-Dharir, Syekh Abdullah bin Abdulwahid Ath-Thabanawi
Adh-Dharir.
Kepada guru yang terakhir, Ad-Diyami
belajar cara mengayam tikar, karpet dan berbagai jenis anyaman. Selain diajari
membuat berbagai anyaman, Ad-Diyami juga diajari bertani dan bercocok tanam
sehingga aktivitasnya di Diyamah menjadi sangat sibuk. Hal ini membuatnya
jarang mendaras hafalan Al-Qur'an hingga mengakibatkan beberapa hafalannya
luntur.
Belajar di Kairo
Pada tahun 842 H, Ad-Diyami — waktu itu ia
sudah 20-an tahun — memutuskan hijrah ke Kairo, meninggalkan pekerjaan
bertaninya. Sampai di Kairo ia tinggal di dekat Masjid Al-Azhar menjadi bagian
komunitas Mujawirin Al-Azhar. Di titik inilah semangatnya membara kembali
sehingga ia dapat kembali menghafal Al-Qur'an hingga khatam beserta menerapkan
tajwidnya dalam jangka waktu singkat. Selain Al-Qur'an ia juga berhasil
menghafal matan-matan ilmu seperti Al-'Umdah, Alfiyah Al-Hadits, Alfiyah
an-Nahw, Minhaj Al-Fiqh (kitab Minhaj dalam fan fikih), dan Minhaj al-Ashl
(kitab Minhaj dalam fan Usul Fikih).
Ad-Diyami menyelami dan meminum lautan ilmu
dari ulama-ulama ternama pada masanya, seperti:
●
Syekh
Syihabuddin As-Sakandari (dalam ilmu Qira'at);
●
Syekh
Al-’Abbadi (dalam fan Fikih), bahkan ia menjadi salah satu qurra'-nya;
●
Syekh
Al-Jamal bin Al-Mujbir;
●
Syekh Ibnu
Al-Majdi;
●
Syekh
Al-Qayati;
●
Syekh
Al-Wanna'i;
●
Syekh
Nuruddin Al-Warraq Al-Maliki (belajar Syarh Ibnu ‘Aqil dalam ilmu Nahwu);
●
Syekh
Zainuddin Thahir (dalam ilmu ‘arabiyah);
●
Syekh
Syihabuddin Al-Haitami (belajar Syarh Sahih Muslim li An-Nawawi, kepadanya ia
bermulazamah);
●
Syekh Syamsuddin Muhammad bin Umar Ad-Dinjihi Al-Azhari (belajar
Shahih Al-Bukhari);
●
Syekh
Nuruddin At-Tilwani.
Mencari Hadis
Pada tahun 849 H, yakni usia Ad-Diyami
sekitar 28 tahun (qamariah), ia memulai petualangannya dalam mencari hadis
berguru kepada beberapa musnid. Ia banyak berguru pada dua musnid yang berumur
panjang yaitu:
●
Syamsuddin
Abu Abdillah Muhammad bin Jamaluddin Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Abu
Ishaq Burhanuddin Ibrahim Al-Khathib Ar-Rasyidi atau dikenal Al-Hafizh
Ar-Rasyidi, kepadanya Ad-Diyami berhasil mengkhatamkan Shahih Muslim;
●
Burhanuddin
Abu Ishaq Ibrahim bin Fathuddin Shadaqah bin Ibrahim bin Ismail Al-Hanbali
Ash-Shalihi atau dikenal Al-Hafizh Ash-Shalihi, kepadanya Ad-Diyami berhasil
mengkhatamkan Shahih Al-Bukhari dan Musnad Ahmad.
Keterangan ini berdasarkan pengakuan
Al-Ghazzi dalam Al-Kawakib As-Sa'irah
dan As-Sakhawi dalam Ad-Dhau' Al-Lami'.
Selain itu Ad-Diyami juga berguru kepada Ibnu Al-Furat, Sarah binti Ibnu
Jama’ah, Zainuddin Ridhwan, Shalahuddin Al-Hukri, Mujiruddin bin Adz-Dzahabi
Ad-Dimasyqi, Zainuddin Ibnu As-Saffah.
Di luar semua guru yang disebutkan di atas,
Ad-Diyami sudah barang tentu juga berguru kepada Sang AmiruI Mukminin dalam Hadis, Ibnu Hajar Al-’Asqalani.
Kepadanya ia dapat mengkhatamkan Musnad Asy-Syihab dan sebagian besar Sunan
An-Nasa'i.
Pergi Haji
Pada tahun 853 H, Ad-Diyami (sekitar usia
32 tahun) berangkat ke Haramain untuk menunaikan ibadah haji. Di sela-sela
mukimnya di Haramain, ia mengunjungi beberapa ulama di dua kota suci itu.
●
Di
Madinah, di sana ia mengambil hadis dari Muhibbuddin Ath-Thabari, Abu Al-Faraj
Al-Kazaruni, Jamaluddin At-Tustari, Abdulwahhab bin Muhammad bin Shalh. Di
Madinah pula ia bisa membaca Shahih Al-Bukhari sampai khatam di Raudhah Rasulullah hanya dalam waktu
empat hari. Kemudian ia meriwayatkan Asy-Syifa' dari Badruddin Al-Baghdadi,
Qadhi Hanabilah.
●
Di Makkah,
di sana ia mengambil hadis dari Fathuddin Al-Maraghi, Zainuddin Al-Usyuthi.
Setelah mendapat banyak hadis dan bertemu
banyak ulama di Haramain, Ad-Diyami pulang ke Kairo.
Kesibukan di Kairo
Pulang ke Kairo, Ad-Diyami kembali pada
kesibukan sehari-harinya yaitu mengabdikan diri mengajar dan belajar di
Al-Azhar. Di kalangan komunitas Mujawirin ia masyhur kepakarannya dalam bidang
rijal hadis. Tidak sesimpel hafal nama-nama rijalnya, tapi ia juga tahu
biografinya dari a sampai z hingga pelafalan nama rijal pun ia kuasai. Ketika
Ad-Diyami menerangkan rijal dalam satu hadis maka ia akan menyebutkan satu bab
yang berhuruf sama lalu memerinci satu-satu. Semisal: Bab Jarir, Jurair, Harir,
Hurair, Hariz, Hazir, Huraiz, setelah itu ia menerangkan satu-satu dari
nama-nama tadi.
Bahkan digambarkan bahwa orang yang
mendengar keterangannya tadi tidak akan tahu apakah dia benar atau salah
menyebutkannya, saking banyak dan jarang didengar nama-nama rijal yang keluar
dari mulut Ad-Diyami. Karena kepakarannya dalam hadis, gurunya, Syekh
Al-’Abbadi, mengamanatinya untuk mengajar hadis di Makam Sayid Ahmad Al-Badawi
Thantha, sehingga ia sering bolak-bolak Thantha–Kairo.
Karena keahliannya dalam rijal hadis, ia
sampai dipanggil gurunya, Ibnu Hajar Al-’Asqalani untuk memperdengarkan hafalan
rijalnya di hadapan sang guru. Momen seperti ini sangat jarang terjadi dan
Al-’Asqalani pun tidak akan menyuruh satu murid memperdengarkan hafalannya
kecuali ia memang benar-benar sudah menguasai di luar kepala.
Reputasi Al-Hafizh Ad-Diyami semakin luas
menyebar. Sehingga ia banyak diminta mengajar di mana-mana. Namanya tidak akan
luput disebut oleh para pegiat ilmu hadis, muridnya ada di mana-mana, sehingga
tidak heran namanya sampai ke telinga para penguasa.
Antara As-Sakhawi, Ad-Diyami,
dan As-Suyuthi
Pada zaman yang sama ada tiga tokoh besar
dalam hadis yang sama-sama murid Ibnu Hajar Al-'Asqalani. Mereka adalah
Al-Hafizh As-Sakhawi, Al-Hafizh As-Suyuthi, dan Al-Hafizh Ad-Diyami.
Ibnu Hajar Al-’Asqalani menyebutkan bahwa
Ad-Diyami termasuk dari sembilan orang yang diwasiatkan dan digelari ahli
hadis. Klaim ini tentu bukanlah klaim biasa, ia muncul dari mulut seorang imam
besar ilmu hadis di masanya. Sehingga kedudukan Ad-Diyami memang tinggi di
kalangan ahli hadis. Selain itu As-Suyuthi pernah berkata, "Syekh Utsman
Ad-Diyami itu hafal 20 ribu hadis.”
Sedangkan As-Sakhawi dan As-Suyuthi sudah
terlalu terkenal dan terlalu banyak karya mereka untuk disebutkan reputasi dan
pengakuan ulama terhadap mereka.
Terdapat dua bait unik yang mengisahkan
perseteruan (dalam hal keilmuan) As-Suyuthi dan As-Sakhawi. Dalam salah satu
bait, As-Suyuthi menyinggung nama Ad-Diyami yang dijadikan kiasan olehnya. Dua
bait ini ditujukan As-Suyuthi untuk As-Sakhawi, begini bunyinya:
قل للسخاوي إن تعروك نائبة {} علمي
كبحر من الأمواج ملتطم
والحافظ الديمي غيث السحاب فخذ {}
غرفا من البحر أو رشفا من الديمي
"Katakan kepada As-Sakhawi, kalau kamu
ada masalah (kemusykilan). Ilmuku laksana lautan dengan ombaknya yang saling
menampar."
"Dan ada juga Al-Hafizh Ad-Diyami
(kalau kamu tidak kuat menerima ilmuku yang laksana lautan itu) yang laksana
rintikan hujan, maka ambillah. Seciduk air dari lautan (As-Suyuthi) atau
setetes air dari hujan (Ad-Diyami)."
Ats-Tsa'alibi dalam kitabnya Kanz Ar-Ruwah Al-Majmu', sebagaimana
dikutip oleh Abdulhayy Al-Kattani dalam kitab Fihris Al-Faharis. Di sana ia menyebutkan bahwa kata sebagian
ulama, sebenarnya tiga orang ini (As-Sakhawi, Ad-Diyami, dan As-Suyuthi) adalah
tokoh dalam bidangnya masing-masing dan saling melengkapi. As-Sakhawi tokoh
dalam ‘Ilal Al-Hadist, Ad-Diyami
dalam Asma' Ar-Rijal, dan As-Suyuthi
dalam Hifzh Al-Mutun.
Hubungan Ad-Diyami dengan
As-Sakhawi
Dalam beberapa hal As-Sakhawi sangatlah
dekat dengan Ad-Diyami. Contohnya As-Sakhawi pernah mengklarifikasi bahwa
antara dia dan Ad-Diyami ada hubungan saling mengasihi dan persaudaraan sudah
sejak lama. Bahkan As-Sakhawi mengaku, ia dengan Ad-Diyami sering
surat-menyurat, biasanya Ad-Diyami bertanya tentang apa yang musykil baginya lalu dijawab oleh
As-Sakhawi.
Ad-Diyami juga mengirim putranya yang
bernama Shalahuddin Muhammad untuk belajar kepada As-Sakhawi. Hingga As-Sakhawi
beberapa kali menulis ijazah atau taqrizh
yang diminta putra Ad-Diyami dan didalamnya terdapat berbagai macam pujian
untuk ayahnya.
Sanjungan Para Ulama
Al-Hafizh As-Sakhawi menyebut Ad-Diyami
dalam ijazahnya untuk putra Ad-Diyami dengan "Sayyid kami dan kekasih
kami, yang saleh, guru para muhaddits,
mufti orang-orang muslim, berkah para pelajar." Ibnu Al-Ghazi menyanjung
sang guru dalam Fahrasah-nya dengan
"Imam yang ‘allamah, mahkota
para muhaddits, dan imam para
musnid." Di lain tempat, Ibnu Al-Ghazi juga menyebutnya dengan
"Syekh, imam, yang ‘allamah, Syaikhul-Islam, raja para ulama ternama,
penghidup sunah Nabi ‘alaihissalam."
Murid-muridnya
Undangan untuk mengajar di mana-mana, barang tentu membuat Ad-Diyami mempunyai murid di mana-mana. Dari berbagai golongan baik itu pelajar khususnya para Mujawirin Al-Azhar, masyarakat awam, ibu-ibu, pejabat, orang Turki, dan lain-lain.
Apalagi Ad-Diyami mempunyai putra bernama Shalahuddin Muhammad Ad-Diyami Al-Qahiri Asy-Syafi'i Al-Azhari, yang oleh Abdulhayy Al-Kattani dalam Fihris Al-Faharis disebut Ad-Diyami Ash-Shaghir. Ad-Diyami berhasil mendidik putranya — sebagaimana disebut di atas Ad-Diyami Ash-Shaghir juga dititipkan ayahnya untuk berguru ke As-Sakhawi — menjadi alim azhari yang bukan main-main hingga kecerdasannya diakui oleh sekaliber As-Sakhawi.
Az-Zabidi menyebutnya, "Ia disifati dengan Al-Hafizh dan Al-’Arif, dengan himmah yang sempurna, ia belajar kepada As-Sakhawi dan ulama seangkatannya." Selain putranya, murid-murid Ad-Diyami di antaranya adalah Al-Burhan Ibnu ‘Aun, Abu Al-Faraj Fakh Al-Halabi, Syamsuddin Ad-Dawudi, Sayid Abdurrahim Al-’Abbasi Al-Islambuli dan masih banyak lagi.
Karya
Setelah dicari-cari, setidaknya ada tiga
karya yang dinisbahkan ke Ad-Diyami. Yaitu pertama, kitab berjudul Al-Arba'in min Da'awat Sayyid Al-Mursalin.
Kedua, manuskrip Shahih Al-Bukhari yang dibacakan dan diperdengarkan kepada
Ad-Diyami. Ketiga adalah Fatwa Ad-Diyami
yang menyertai manuskrip Shahih Al-Bukhari tadi.
Kitab Al-Arba'in
min Da'awat Sayyid Al-Mursalin ini ditemukan manuskripnya di Khizanah Ilmiah Masjid Raya Kota Taza
Maroko, tercatat nomor 1/543. Dalam indeks manuskrip di sana, manuskrip itu
dinisbahkan kepada Jalaluddin As-Suyuthi, walaupun halaman pertama dari
manuskripnya tertera nama ‘Utsman Ad-Diyami. Sayangnya Thariq Zukang, orang
yang meneliti manuskrip ini, mengatakan bahwa penelitiannya hanya berdasarkan
pada satu manuskrip di Khizanah Ilmiah
Masjid Raya Taza saja, karena ia tidak bisa menemukan manuskrip lainnya. Ia
juga berkata bahwa yang mendorongnya tetap meneliti manuskrip itu adalah
keutuhan manuskrip dan tulisannya terbaca.
Sedangkan manuskrip Shahih Al-Bukhari itu
dari Perpustakaan Sultanah Nurbanu, istri Sultan Salim II dan ibu Sultan Murad
III, di manuskrip itu ditulis bahwa salinan Shahih Al-Bukhari ini telah
dibacakan dan diperdengarkan kepada Ad-Diyami. Lalu fatwa Ad-Diyami yang
terdapat di alukah.net ini berisi
fatwa tentang rumuz yang digunakan
para muhaddits untuk menyingkat
lafaz-lafaz seperti akhbarani, haddatsani, qala dan seterusnya.
Namun As-Sakhawi mereportasekan dalam Adh-Dhau' Al-Lami' bahwa Ad-Diyami tidak
berinisiatif untuk mengumpulkan ataupun menulis karya, sebab itulah As-Sakhawi
tidak setuju kalau Ad-Diyami disebut muhaddits.
Seakan-akan senada dengan As-Sakhawi, Al-Ghazzi dalam Al-Kawakib As-Sa'irah, Al-’Aidarus dalam An-Nur As-Safir, Abdulhayy Al-Kattani dalam Fihris Al-Faharis, dan Az-Zirikli dalam Al-A'lam, mereka semua tidak sama sekali menyebutkan Ad-Diyami
punya karya tulis. Sehingga kitab Al-Arba'in
min Da'awat Sayyid Al-Mursalin yang
dinisbahkan kepada Ad-Diyami ini statusnya perlu ditinjau ulang.
Wafat
Di Kairo Ad-Diyami mengabdikan seluruh waktunya untuk agama, masyarakat, dan keluarga. Pengakuan As-Sakhawi bahwa Ad-Diyami lebih sebagai seorang yang saleh daripada ahli hadis, menunjukkan betapa saleh dan arifnya Ad-Diyami. Reportase As-Sakhawi juga di mana Ad-Diyami kerap bolak-balik Tanta–Kairo, mengajar di khanqah-khanqah, masjid-masjid, dan madrasah-madrasah, menunjukkan betapa perhatian Ad-Diyami kepada masyarakat.
Dan berhasilnya Ad-Diyami mendidik putranya hingga keilmuannya diakui,
menunjukkan perhatian khususnya kepada keluarga. Sungguh Ad-Diyami telah
memenuhi dua hak: hak Allah dan hak adami
(manusia) sehingga datang waktu di mana ia bisa bersua dengan Rabb-nya pada malam Senin tahun 908 H.
Disebutkan oleh Ibnu Thulun bahwa Ad-Diyami turut disalati gaib di Masjid
Al-Umawi, Damaskus seusai salat Jumat pada 2 Rajab 908 H. Hal ini menunjukkan
betapa masyhur dan berpengaruhnya Ad-Diyami di kancah dunia. Makamnya berada di
Jalan Baibars, Pasar Al-Azhar, Ad-Darb Al-Ahmar, Kairo. Tepatnya di depan Masjid
Sayidi ‘Utsman Al-Haththabi. Semoga rahmat serta berkah Allah selalu terguyur
di atas kuburnya.
Gambar makam, lokasi, dan maps-nya klik link di bawah:
Daftar Pustaka
Syamsuddin As-Sakhawi, Adh-Dhau' Al-Lami' li Ahli Qarn At-Tasi'
Najmuddin Al-Ghazzi, Al-Kawakib As-Sa'irah bi A'yan Al-Mi'ah Al-'Asyirah
Abdulqadir Al-Aidarus, An-Nur As-Safir 'an Akhbar Al-Qarn Al-'Asyir
Muhammad Murtadha Az-Zabidi, Taj Al-’Arus min Jawahir Al-Qamus
Syihabuddin Al-’Ajami, Dzail Lubb Al-Lubab fi Tahrir Al-Ansab
Ali Al-’Imran, Al-Musyawwiq ila Al-Qira'ah wa Thalab Al-’Ilm
Abdulhayy Al-Kattani, Fihris Al-Faharis wa Al-Atsbat wa Mu'jam Al-Ma'ajim wa Al-Masyyakhat wa
Al-Musalsalat
Ibn Ghazi, Fahrasah Ibn Ghazi
Abdulwahhab Asy-Sya'rani, At-Thabaqat As-Shughra
Muhammad Ramzi, Al-Qamus Al-Jughrafi li Al-Bilad Al-Mishriyyah
Fakhruddin Ad-Diyami, Al-Ahadits Al-Arba'in
min Da'awat Sayyid Al-Mursalin
Khairuddin Az-Zirikli, Al-A’lam
Website alukah.net
Ahmad Wildan
Hay Sayidah Fathimah An-Nabawiyyah, Ad-Darb
Al-Ahmar, Kairo
8 Jumadilawal 1446 H