Cerita ini dituturkan oleh syeikh Asyraf Sa’ad al-Azhari dalam laman facebook beliau.
FOTO: Syeikh Nadzim al-Haqqani |
Alkisah, syeikh Nadzim al-Haqqani mengutus Abdurrahman, salah seorang muridnya yang berasal dari China untuk mendapatkan
ijazah alquran dari institusi al-Azhar guna dijadikan sarat untuk
pengurusan sekolah alquran. Pada waktu itu, pemerintah Turki
mengharuskan pengelola sekolah harus mempunyai ijazah resmi dari
al-Azhar.
Abdurrahman ini dulunya pernah di penjara oleh
pemerintah China dengan tuduhan menghapalkan alquran. Pada waktu dia di
penjara, pada suatu malam, ia didatangi oleh seseorang dalam mimpi. Di
dalam mimpinya, orang tersebut memerintahkan Abdurrahman untuk keluar
dari penjara. Dia tidak tau siapa orang yang datang dalam mimpinya. Ia
juga tidak tau apa gerangan takwil dari mimpi tersebut.
Selang
beberapa hari, ia dapat keluar dengan cara menyuap pegawai penjara.
Ayahnya yang merencanakan semuanya. Setelah keluar dari penjara, sang
ayah meminta Abdurrahman untuk meninggalkan China. Dan, negara yang
dituju adalah Turki.
Tibalah ia di Turki. Ia memilih menetap di
pemukiman kaum muslimin. Hingga pada suatu waktu, ia mendapati orang
yang hadir dalam mimpinya pada sebuah acara televisi. Ia lantas bertanya
tentang biografi orang tersbut dan dimana dia tinggal. Sontak, para
tetangganya memberikan informasi dengan detail siapa seebenarnya orang
tersebut dan dimana beliau tinggal.
Ia tidak sabar untuk
menemuinya. Ia langsung berkemas dan berangkat menuju alamat yang telah
diberikan oleh kenalannya. Tapi apa lacur, di tengah perjalanan, dia
dibuat tersesat oleh seorang wahabi. Ia menanyakan alamat kepada wahabi
tersebut dan dia memberikan petunjuk palsu.
Dengan susah payah
akhirnya ia menemukan alamat yang dituju. Ia memilih shaf paling depan
agar dapat leluasa memandang sang syeikh. Ketika syeikh tiba dan telah
duduk ditempatnya, sang syeikh mengarahkan pandangan kepadanya. Syeikh
tersenyum kemudian berkata: “Kamu hapal alquran?”.
Ia menjawab: “ iya, syeikh”.
“Sekarang bacakan beberapa ayat untukku!”
Abdurrahman membacakan beberapa ayat. Hadirin dan syeikh tersihir
dengan keindahan bacaaan Abdurrahman. Semenjak saat itu, setiap ada
majlis pengajian dia yang menjadi qari’.
Setelah beberapa bulan
menjadi qari’ tetap, ia diperintahkan sang syeikh untuk ke Mesir guna
mendapatkan ijazah alquran dari al-Azhar. Waktu yang diberikan padanya
hanya lima hari. Waktu yang kelihatannya sangat mustahil untuk
mendapatkan ijazah alquran dari institusi yang terkenal sangat selektif
dan ketat dalam memberikan ijazah ini. Para syeikh-syeikh besar perlu
waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan ijazah. Tapi, apa boleh buat.
Begitulah “dawuh” sang syeikh.
Dijadwalkan jumat pagi
Abdurrahman sudah sampai di bandara Kairo. Agenda hari pertama adalah
berziarah ke makam sidna Husen dilanjutkan shalat jum’at di tempat yang
sama. Disaat menunggu shalat jumat, telinganya mendengar lantunan
alquran dari masjid al-Azhar. Ia menanyakan siapa yang sedang
melantunkan alquran itu. Apakah suara itu berasal dari kaset atau sang
qari’ yang sedang melantunkannya. Ternyata, sang qari’ adalah syeikh
al-Thablawi, qari’ yang digandrunginya. Ia urung shalat jumat di masjid
sidna Husen, beralih ke masjid al-Azhar.
Setelah shalat jumat
usai, ia menyambangi syeikh al-Thablawi. Ia memperkenalkan diri untuk
kemudian memperdengarkan bacaannya kepada syeikh al-Thablawi. Selesai,
ia memohon syeikh al-Thablawi untuk memberikan ijazah. Syeikh
al-Thablawi berjanji akan memberikan ijazaha esok hari di kediamannya.
Pada hari yang sama, ia menghadiri majlis alquran syeikh Abdul Hakim
Abdul latif. Beliau meminta Abdurrahman memperdengarkan bacaannya.
Syeikh Abdul Hakim puas dengan bacaan Abdurrahman, akan tetapi beliau
tidak berkenan memberikan ijazah kecuali jika Abdurrahman
memperdengarkan alquran secara utuh.
Setelah hari pertama ia mendapatkan keajaiban, hari-hari berikutnya juga tidak lepas dari keanehan.
Empat hari sisa kunjungannya di Mesir akan ia gunakan untuk menghadiri
pengajian-pengajian alquran. Salah satu tempat yang dituju adalah
pengajian yang diasuh oleh syeikh al-Mu’ashrawi. Ia diuji kecakapannya
dalam membaca alquran oleh syeikh. Pertanyaan-pertanyaan sulit semuanya
dapat diatasi. Akhirnya, syeikh al-Mu’ashrawi memberikan ijazah. Dalam
waktu yang singkat Abdurrahman telah mendapatkan ijazah dari dua ulama
alquran terkemuka bumi Kinanah.
Apakah persoalan sudah tuntas?
Belum. Persoalan terahir yang dihadapi adalah pengesahan ijazah oleh
institusi al-Azhar. Masalah pengesahan ijazah akan memakan waktu yang
lama. Maklum, urusan birokrasi disini terkenal lelet. Padahal waktu yang
tersisa hanya satu hari.
Para pengikut syeikh Haqqani yang
berada di mesir punya inisiatif untuk mempertemukan Abdurrahman dengan
Syeikh al-Azhar, syeikh Ahmad al-Thayib. Pertemuan dengan syeikh Ahmad
al-Thayib berlangsung di hari ahir kunjungannya. Tepatnya beberapa jam
sebelum pulang ke Turki.
Setelah menceritakan sekelumit
perjalanan hidupnya dan tugas yang dibebankan syekh al-Haqqani kepada
dirinya, ia lantas mengutarakan tujuan utama menghadap Syeikh al-Azhar.
Tujuannya adalah meminta bantuan agar dipermudah untuk mendapatkan
pengesahan ijazah alquran oleh al-Azhar.
Syeikh Ahmad al-Thayib
langsung menghubungi Majma’ Buhuts, lembaga yang berwenang mengurusi
hal tersebut. Akhirnya, urusan pengesahan dapat berjalan dengan lancar.
Ia kembali ke Turki dengan senyum mengembang.[]
---
Diterjemahkan oleh Adhi Maftuhin.