Ruwak (الرواق) secara bahasa dapat diartikan sebagai bangunan beratap
yang berada di masjid, gereja, atau tempat peribadahan yang lain dengan
fungsi sebagai tempat belajar. Bangunan ini biasanya dibangun setelah
bangunan utama berdiri. Ruwak juga dapat diartikan sebagai ruang tamu,
bila disandarkan kepada kata rumah ( Ruwaq al-bait ). Disamping
itu ruwak juga digunakan untuk menamai sebuah pojok ruangan yang
berfungsi sebagai tempat pertemuan dan bertukar pikiran.[1]
Pengggunaan
kata ruwak merujuk kepada sejarah Yunani kuno dimana para pelajar dari
filosof Zeno dinamakan dengan Zenonians. Filosof Yunani ini dalam
kosakata bahasa arab dinamakan dengan Zenoun ar-Ruwaqy. Sedang anak muridnya dinamakan denga ar-Ruwaqiyun.
Perlu dituturkan disini bahwa Zeno merupakan pelopor filsafat Stoa. Dia
dilahirkan di Citium pada tahun 334 SM, datang ke Athena untuk belajar
kepada Xenocrates, murid sekaligus keponakan Plato pada tahun 312/311 SM
dan meninggal di Athena pada tahun 262 SM.[2]
Pengertian
ruwak secara istilah tidak jauh berbeda dengan pengertian ruwak secara
bahasa. Ruwak adalah bangunan tambahan yang berada di sekitar masjid
dengan fungsi sebagai tempat tinggal santri sekaligus tempat kegiatan
belajar mengajar. Gambaran ruwak secara fungsional dan tata letak
bangunannya dapat kita temukan dalam fungsi dan tata letak pesantren
salaf. Hanya saja, bangunan ruwak seakan menyatu dengan masjid, sedang
bangunan pesantren berdiri sendiri dan terpisah dari masjid.
Masjid al-Azhar sebagai corong penyebaran Syi’ah Ismailiah sebagai
madzhab resmi dinasti Fathimiah sudah mengenal istilah ruwak. Penambahan
bangunan ruwak di masjid al-Azhar konon mengadopsi bangunan masjid
Qairuwan. Akan tetapi, fungsi dari ruwak pada dinasti Fathimiah hanya
sebatas sebagai tempat pengajian. Sedang fungsi ruwak sebagai tempat
tinggal belum dikenal. Hal ini terekam dalam ketentuan yang diberlakukan
oleh Ya’kub bin Killis, seorang wazir dari Halifah
al-‘Aziz Billah, Halifah kedua dinasti Fathimiah yang memprakarsai
pembibitan kader-kader ulama syiah dengan cara memilih 35 kader terbaik
yang digembleng husus untuk mendalami ajaran Syiah Ismailiah tanpa harus
memikirkan kebutuhan hidup mereka selama belajar. Ya’kub menjamin
kebutuhan hidup sehari-hari mereka dan memberikan tempat tinggal di
sekitar masjid al-Azhar.
Fungsi ruwak
sebagai tempat tinggal dan tempat belajar mengajar baru dikenal semenjak
Mesir dibawah pemerintahan dinasti Mamalik. Kegiatan keagamaan dan
semarak keilmuan di masjid al-Azhar dihidupakn kembali setelah mengalami
vakum selama sembilan puluh delapan tahun. Hal itu berlangsung sejak
dinasti Ayubiyah memerintah mesir sampai pada tujuh belas tahun awal
dari dinasti Mamalik. Pembukaan masjid al-Azhar sebagai pusat keilmuan
ditandai dengan pelaksanaan shalat Jum’at pada tanggal 18 Rabi’ul Awwal
tahun 665 H. bertepatan dengan tanggal 17 Desember tahun 1268 H. Sejak
pembukaan itulah semarak keilmuan di al-Azhar kembali seperti semula.
Hanya saja, ada perbedaan mencolok dari kajian keilmuan di zaman dinasti
Fathimiah dan dinasti Mamalik. Bila pada zaman dinasti Fathimiah materi
syiah adalah materi utama, pada zaman Mamalik tidak ada lagi materi
syiah dalam pengajian, berganti dengan materi fikih madzahib arba’ah,
terutama madzhab Syafi’i sebagai madzhab dengan pemeluk terbanyak di
wilayah Mesir dan juga warisan dari madzhab resmi dinasti sebelumnya,
dinasti Ayubiyah.
Dinasti Mamalik merupakan dinasti yang
sangat perhatian terhadap keberlangsungan syiar al-Azhar. Renovasi total
dan berbagai perbaikan baik administrasi maupun kwalitas fisik bangunan
dilakukan oleh dinasti ini. Diantara perbaikan dalam hal administrasi
adalah adanya Ijazah keilmuan meliputi Ijazah tadris wal futya,
ijazah penguasaan terhadap salah satu kitab dan ijazah pengakuan
keilmuan yang diberikan kepada ulama dari daerah lain. Caranya adalah
pihak yang berkepentingan mengajukan permintaan kepada ulama al-Azhar
kemudian dari pihak al-Azhar mempelajari biografi dan keilmuan orang
tadi untuk kemudian menjatuhkan pilihan untuk memberikan ijazah atau
tidak.
Prakarsa untuk menampung jumlah santri yang lebih banyak diwujudkan dengan mendirikan tiga madrasah;
madrasah Thibrisiyah, madrasah Aqbughawiyah dan madrasah Jauhariyah.
Selain itu ada juga penambahan ruwak dan perbaikan-perbaikan terhadap
ruwak yang sudah ada. Diantaranya adalah perbaikan total terhadap ruwak
Magharibah setelah mengalami banjir bandang.
Hal yang
tidak kalah penting untuk disebutkan dalam perjalanan al-Azhar dalam
masa pemerintahan dinasti Mamalik adalah kembalinya aset-aset milik
al-Azhar yang terbengkalai dan diserobot oleh
tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab pada masa dinasti Ayubiyah.
Selain itu, pengelolaan yang baik pada aset-aset tadi memberikan jaminan
kehidupan yang layak pada semua santri sehingga dapat belajar dengan
fokus tanpa harus memikirkan biaya hidup dan kebutuhan sehari-hari.
Pada
perkembangan selanjutnya, yaitu ketika Mesir berada dibawah
pemerintahan kehalifahan Turki Usmani, kegiatan belajar mengajar di
ruwak semakin semarak. Pada saat itu tercatat ada dua puluh sembilan
ruwak. Ruwak-ruwak tersebut diklasifikasikan menurut daerah, madzhab
tertentu dan ruwak dengan penghuni bebas, yakni tidak menyaratkan harus
berasal dari daerah tertentu dan memeluk madzhab tertentu. Salah satu
ruwak yang dihususkan untuk dihuni oleh santri yang berasal dari
nusantara adalah Ruwak Jawa.
Ruwak Jawa berada di No. 17. (zoom guna lebih jelas) - Perpus Aleksandria |
Ruwak Jawa
merupakan suatu ruangan yang tidak terlalu lebar yang berada diantara
Ruwak Syawam[3] dan Ruwak Sulaimaniyah. Tidak tahu secara pasti kapan
berdirinya, yang jelas Ruwak Jawa hanya dihuni sekitar sepuluh orang.
Dr. Abdul Aziz Muhamad al-Syinawi[4] menuturkan bahwa jatah makananan
untuk penghuni Ruwak Jawa hanya sebelas roti dengan ketentuan
mengambilnya satu kali dalam dua hari. Sedikitnya warga nusantara yang
menimba ilmu di al-Azhar erat kaitannya dengan animo warga nusantara
yang pada waktu itu menempatkan Haramain sebagai tujuan utama mencari
ilmu. Faktor lain adalah sulitnya transportasi dari tanah air ke Mesir.
Hal membanggakan yang dicatat oleh ruwak Jawa adalah ruwak ini pernah
diberkahi oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dan mencetak
ulama-ulama yang bersumbangsih kepada dunia keislaman lewat
karya-karyanya. Karya-karya mereka dapat diakses di maktabah Mushtafa
el-Babil Halabi.
[Ruwaq Jawi/Adhi Maftuhin]
______________________________________________________
[1] Al-Mu’jam al-Wajiz, cet. 2008, hal. 282, wizârât tarbiyah wa ta’lim
[2] Ibid hal 282. http://bit.ly/1jlgEXY
[3] Ruwak ini sekarang beralih fungsi menjadi kantor polisi.
[4] Dr. Abdul Aziz al-Syinawi, al-Azhar jâmi’an wa jâmi’atan, hal. 238, maktabah usrah, tahun terbit 2013. sebagian besar konten dari tulisan ini merujuk kepada buku tersebut diatas.
**Ada yang menyebut JAWA dan ada yang menyebut JAWI (dengan ya' nisbat). Sama saja dan tidak perlu diperdebatkan hanya karena nama suku.
**Ada yang menyebut JAWA dan ada yang menyebut JAWI (dengan ya' nisbat). Sama saja dan tidak perlu diperdebatkan hanya karena nama suku.